I. Lembaga Keuangan Mikro dan Program Pengentasan Kemiskinan
Lembaga Keuangan Mikro atau Micro       Finance Institution  merupakan lembaga yang melakukan kegiatan       penyediaan jasa  keuangan kepada pengusaha kecil dan mikro serta masyarakat        berpenghasilan rendah yang tidak terlayani oleh Lembaga Keuangan formal        dan yang telah berorientasi pasar untuk tujuan bisnis.                             
Di BRI sendiri, micro       finance didefinisikan sebagai pelayanan kredit dibawah Rp 50 juta.       Terdapat masih banyak lagi definisi micro finance atau keuangan       mikro tergantung dari sudut pembicaraan.                            
Bagaimanapun, target atau       segmen micro finance  senantiasa bersentuhan dengan masyarakat yang       relatif miskin atau  berpenghasilan rendah Program P4K yang ditangani di       BRI  mendefinisikan masyarakat miskin sebagai mereka petani nelayan kecil        (PNK) dan penduduk pedesaan lainnya yang hidup dibawah garis  kemiskinan,       dengan kriteria pendapatannya maksimum setara dengan  320 kg beras per       kapita per tahun.                            
Menurut  Marguiret Robinson       (2000), pengentasan kemiskinan dapat  dilaksanakan melalui banyak sarana       dan program, termasuk  didalamnya adalah program pangan, kesehatan,       pemukiman,  pendidikan, keluarga berencana dan tentu saja adalah melalui        pinjaman dalam bentuk micro credit.
Pinjaman dalam bentuk micro       credit  merupakan salah satu yang ampuh dalam menangani kemiskinan.       Namun  demikian perlu diperhatikan bahwa, ketika pinjaman diberikan kepada        mereka yang sangat miskin, kemungkinan besar pinjaman tersebut tidak  akan       pernah kembali. Hal ini wajar saja, mengingat mereka (the extreme poor)        tidak berpenghasilan dan tidak memiliki kegiatan produktif.  Program pangan       dan penciptaan lapangan kerja lebih cocok untuk  masyarakat sangat miskin       tersebut. Sedangkan sebagian masyarakat  lain yang dikategorikan miskin       namun memiliki kegiatan ekonomi (economically active working poor)       atau masyarakat yang berpenghasilan rendah (lower income),  mereka       memiliki penghasilan, meskipun tidak banyak. Untuk itu  diperlukan       pendekatan, program subsidi atau jenis pinjaman mikro  yang tepat untuk       masing-masing kelompok masyarakat miskin  tersebut.II.       Peran Lembaga Keuangan Mikro dalam Otonomi Daerah (OTODA) 
Kebijakan  Pemerintah       Indonesia dibidang Otonomi Daerah, telah berpengaruh  secara nyata terhadap       sistem pemerintahan dan keuangan. Dari  sentralisasi kepada desentralisasi.       Hal tersebut sesuai dengan UU  Nomor 22 tahun 1999, dimana pemberian       kewenangan otonomi daerah  tersebut adalah dalam wujud otonomi yang luas,       nyata dan  bertanggung jawab, termasuk dalam hal ini terutama adalah        kewenangan dalam desentralisasi fiskal sebagaimana diatur dalam UU Nomor        25 tahun 1999.                            
Penerapan  kebijakan       desentralisasi fiskal mengandung suatu implikasi bahwa  transfer dana ke       daerah melalui dana perimbangan menunjukkan  jumlah yang semakin besar,       sehingga kemampuan keuangan daerah  meningkat disertai dengan peningkatan       kewenangan dalam  pengelolaannya.                            
Dampak  dari kebijakan       otonomi daerah telah menimbulkan peluang  peningkatan kegiatan perekonomian       daerah, terutama di daerah luar  Jawa, yang selama ini mengalami       ketinggalan dibanding Jakarta atau  Jawa. Kegiatan bisnis daerah yang       semakin berkembang tersebut  pada gilirannya akan menarik investor untuk       menanamkan modalnya di  daerah, termasuk dalam hal ini adalah lembaga       keuangan mikro dan  perbankan. Kehadiran mereka diharapkan akan semakin       meningkatkan  bisnis daerah yang bersangkutan, melalui berbagai produk yang        ditawarkannya.
III. Peran Klasik Lembaga Keuangan Mikro
Secara klasik, sebagai intermediary       institutiuon,  lembaga keuangan menjalankan kegiatannya dalam bentuk        penghimpunan dana dari pihak yang mengalami surplus dana melalui produk saving,       dan menyalurkan dana tersebut kepada pihak yang mengalami defisit dana       melalui produk lending. 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar