Mengapa Koperasi di Indonesia Belum Maju ??
Koperasi sebagai salah satu unit ekonomi yang didasarkan atas asas kekeluargaan dewasa ini telah mengalami perkembangan yang pesat .Tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia. Eksistensi koperasi sejak zaman dulu sampai sekarang telah banyak berperan dalam pembangunan khususnya di Indonesia dan umumnya di dunia.
Sebagai gerakan ekonomi rakyat yang menyatukan kaum ekonomi lemah ,koperasi telah membantu membangun ekonomi negara – negara di dunia baik negara maju maupun negara berkembang. Bahkan sekarang koperasi di negara – negara maju tidak hanya sebagai unit ekonomi kecil lagi tetapi sudah berkembang menjadi unit ekonomi yang besar, strategis dan punya daya saing dengan perusahaan – perusahaan skala besar.
Begitupun di Indonesia, koperasi menjadi salah satu unit ekonomi yang punya peran besar dalam memakmurkan negara ini sejak zaman penjajahan sampai sekarang. Hanya saja perkembangan koperasi di Indonesia walaupun terbilang lumayan pesat tetapi pekembanganya tidak sepesat di negara – negara maju ,ini dikarenakan beberapa hal yaitu:
1. Imej koperasi sebagai ekonomi kelas dua masih tertanam dalam benak orang – orang Indonesia sehingga, menjadi sedikit penghambat dalam pengembangan koperasi menjadi unit ekonomi yang lebih besar ,maju dan punya daya saing dengan perusahaan – perusahaan besar.
2. Perkembangan koperasi di Indonesia yang dimulai dari atas (bottom up) tetapi dari atas (top down),artinya koperasi berkembang di indonesia bukan dari kesadaran masyarakat, tetapi muncul dari dukungan pemerintah yang disosialisasikan ke bawah. Berbeda dengan yang di luar negeri, koperasi terbentuk karena adanya kesadaran masyarakat untuk saling membantu memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan yang merupakan tujuan koperasi itu sendiri, sehingga pemerintah tinggal menjadi pendukung dan pelindung saja. Di Indonesia, pemerintah bekerja double selain mendukung juga harus mensosialisasikanya dulu ke bawah sehingga rakyat menjadi mengerti akan manfaat dan tujuan dari koperasi.
3. Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini disebabkan sosialisasi yang belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota hanya sebatas tahu koperasi itu hanya untuk melayani konsumen seperti biasa, baik untuk barang konsumsi atau pinjaman. Artinya masyarakat belum tahu esensi dari koperasi itu sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem kepemilikanya. Mereka belum tahu betul bahwa dalam koperasi konsumen juga berarti pemilik, dan mereka berhak berpartisipasi menyumbang saran demi kemajuan koperasi miliknya serta berhak mengawasi kinerja pengurus. Keadaan seperti ini tentu sangat rentan terhadap penyelewengan dana oleh pengurus, karena tanpa partisipasi anggota tidak ada kontrol dari anggota nya sendiri terhadap pengurus.
4. Manajemen koperasi yang belum profesional, ini banyak terjadi di koperasi koperasi yang anggota dan pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. contohnya banyak terjadi pada KUD yang nota bene di daerah terpencil. Banyak sekali KUD yang bangkrut karena manajemenya kurang profesional baik itu dalam sistem kelola usahanya, dari segi sumberdaya manusianya maupun finansialnya. Banyak terjadi KUD yang hanya menjadi tempat bagi pengurusnya yang korupsi akan dana bantuan dari pemerintah yang banyak mengucur. Karena hal itu, maka KUD banyak dinilai negatif dan disingkat Ketua Untung Duluan.
5. Pemerintah terlalu memanjakan koperasi, ini juga menjadi alasan kuat mengapa koperasi Indonesia tidak maju maju. Koperasi banyak dibantu pemerintah lewat dana dana segar tanpa ada pengawasan terhadap bantuan tersebut. Sifat bantuanya pun tidak wajib dikembalikan. Tentu saja ini menjadi bantuan yang tidak mendidik, koperasi menjadi ”manja” dan tidak mandiri hanya menunggu bantuan selanjutnya dari pemerintah. Selain merugikan pemerintah bantuan seperti ini pula akan menjadikan koperasi tidak bisa bersaing karena terus terusan menjadi benalu negara. Seharusnya pemerintah mengucurkan bantuan dengan sistem pengawasan nya yang baik, walaupun dananya bentuknya hibah yang tidak perlu dikembalikan. Dengan demikian akan membantu koperasi menjadi lebih profesional, mandiri dan mampu bersaing.
Itulah penyebab-penyebab kenapa perkembangan koperasi di Indonesia belum maksimal. Tetapi analisis masalah tadi bukan lah yang utama, justru yang utama jika ingin koperasi maju adalah sebagai generasi penerus bangsa di masa depan tentunya kita harus berperan aktif dalam pengembangan koperasi di negeri ini. Salah satunya melalui keikutsertaan dalam koperasi, mempelajari dan mengetahui tentang perkoperasian secara lebih mendalam, karena percuma kalau hanya ”OMDO” alias omong doang seperti politikus-politikus yang hanya mencari popularitas depan televisi atau bahasa halusnya NATO (No Action Talk Only).
Posted
Sebuah pertanyaan sederhana namun membutuhkan jawaban njelimet, Mengapa jarang dijumpai ada Koperasi yang bertumbuh menjadi usaha besar yang menggurita, layaknya pelaku ekonomi lain, yakni swasta (konglomerat) dan BUMN? Mengapa gerakan koperasi hanya berkutat dari persoalan yang satu ke persoalan lain, dan cenderung stagnan alias berjalan di tempat? Inilah sederet pertanyaan yang perlu dijadikan bahan perenungan. Padahal, upaya pemerintah untuk memberdayakan Koperasi seolah tidak pernah habis. Bahkan, bila dinilai, mungkin amat memanjakan.
Berbagai paket program bantuan dari pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit Usaha Tani (KUT), pengalihan saham (satu persen) dari perusahaan besar ke Koperasi, skim program KUK dari bank dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang merupakan kredit komersial dari perbankan, juga ?paket program? dari Permodalan Nasional Madani (PNM), terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ekonomi kerakyatan ini. Tak hanya bantuan program, ada institusi khusus yang menangani di luar Dekopin, yaitu Menteri Negara Urusan Koperasi dan PKM (Pengusaha Kecil Menengah), yang seharusnya memacu gerakan ini untuk terus maju.
Namun, kenyataannya, Koperasi masih saja melekat dengan stigma ekonomi marjinal, pelaku bisnis yang perlu dikasihani, pelaku bisnis pupuk bawang, pelaku bisnis tak profesional. Masalah tersebut tidak bisa dilepaskan dari substansi Koperasi yang berhubungan dengan semangat. Dalam konteks ini adalah semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Jadi, bila Koperasi dianggap kecil, tidak berperan, dan merupakan kumpulan serba lemah, itu terjadi karena adanya pola pikir yang menciptakan demikian. Singkatnya, Koperasi adalah untuk yang kecil-kecil, sementara yang menengah bahkan besar, untuk kalangan swasta dan BUMN.
Di sinilah terjadinya penciptaan paradigma yang salah. Hal ini mungkin terjadi akibat gerakan Koperasi terlalu sarat berbagai embel-embel, sehingga ia seperti orang kerdil yang menggendong sekarung beras di pundaknya. Koperasi adalah badan usaha juga perkumpulan orang termasuk yang berwatak sosial. Definisi yang melekat jadi memberatkan, yakni organisasi sosial yang berbisnis atau lembaga ekonomi yang mengemban fungsi sosial. Berbagai istilah apa pun yang melekat, sama saja, semua memberatkan gerakan Koperasi dalam menjalankan visi dan misi bisnisnya. Mengapa tidak disebut badan usaha misalnya, sama dengan pelaku ekonomi-bisnis lainnya, yakni kalangan swasta dan BUMN, sehingga ketiganya memiliki kedudukan dan potensi sejajar.
Padahal, persaingan yang terjadi di lapangan demikian ketat, tak hanya sekadar pemberian embel-embel. Hanya kompetisi ketat semacam itulah yang membuat mereka bisa menjadi pengusaha besar yang tangguh dan profesional. Para pemain ini akan disaring secara alami, mana yang efisien dalam menjalankan bisnis dan mereka yang akan tetap eksis.Koperasi yang selama ini diidentikkan dengan hal-hal yang kecil, pinggiran dan akhirnya menyebabkan fungsinya tidak berjalan optimal.
Koperasi masih cenderung menempati ekonomi pinggiran (pemasok dan produksi), lebih dari itu, sudah dikuasai swasta dan BUMN. Karena itu, tidak aneh bila kontribusi Koperasi terhadap GDP (gross domestic product) baru sekitar satu sampai dua persen, itu adalah akibat frame of mind yang salah.
Di Indonesia, beberapa Koperasi sebenarnya sudah bisa dikatakan memiliki unit usaha besar dan beragam serta tumbuh menjadi raksasa bisnis berskala besar. Beberapa Koperasi telah tumbuh menjadi konglomerat ekonomi Indonesia, yang tentunya tidak kalah jika dibandingkan dengan perusahaan swasta atau BUMN yang sudah menggurita. Omzet mereka mencapai milyaran rupiah setiap bulan. Konglomerat yang dimaksud di sini memiliki pengertian: Koperasi yang bersangkutan sudah merambah dan menangani berbagai bidang usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak dan merangsek ke berbagai bidang usaha-bisnis komersial.
Dikutip dari tulisan Nur Sutrisno